Jakarta, CNN Indonesia --
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Endipat Wijaya ramai disentil publik usai menyinggung warga yang datang ke wilayah bencana Sumatra tetapi merasa yang paling bekerja dan menyumbangkan donasi Rp10 miliar untuk korban banjir dan longsor Sumatra.
Mengutip dari laman resmi Fraksi Gerindra, politikus kelahiran Bengkulu tahun 1984 itu merupakan lulusan Teknik Metalurgi di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan melanjutkan pendidikannya di Swiss German University dengan jurusan Manajemen.
Endipat merupakan anggota DPR RI periode 2024-2029 dari daerah pemilihan (Dapil) Kepulauan Riau. Awal karirnya dimulai dari menjadi teknisi di Double A Group selama satu tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu sempat pindah ke Kalimantan Timur dan bergabung dengan PT Kaltim Prima Coal. Di tahun 2011, Ia terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Gerindra.
Nama Endipat menjadi sorotan ketika membandingkan bantuan pemerintah yang ia klaim triliunan rupiah dengan donasi warga yang hanya Rp10 miliar untuk korban bencana Sumatra saat Rapat Kerja Komisi I dengan Menteri Komdigi Meutya Hafid di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/12).
"Orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara udah hadir dari awal. Ada orang baru datang, baru bikin satu posko ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah udah bikin ratusan posko di sana," ujar Endipat.
Ia mengharapkan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mampu menggencarkan informasi kerja pemerintah. Dirinya juga menyinggung bantuan ke korban bencana yang diberikan pemerintah yang nilainya berjumlah triliunan.
"Orang per orang cuma nyumbang Rp10 miliar, negara udah triliunan ke Aceh itu. Jadi yang kayak gitu mohon dijadikan perhatian sehingga ke depan tidak ada lagi informasi seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana. Padahal negara sudah hadir sejak awal di dalam penanggulangan bencana," tambahnya.
Selanjutnya, Endipat menyoroti kinerja Kementerian Kehutanan yang telah melakukan reboisasi dalam skala besar. Namun ia menyebut hal tersebut kurang terpublikasi sehingga Kemenhut terus menerima kritik.
"Sebagai contoh kami misalnya mendengar sebenarnya Kementerian Kehutanan itu sudah melakukan evaluasi dan gerakan menanam pohon secara besar-besaran, tetapi itu kan tidak pernah sampai ke telinga teman-teman sampai ke orang bawah selalu saja Kemenhut itu dikuliti dan dimacam-macamin lah, Bu, padahal mereka sudah melakukan banyak hal,"
Endipat mengatakan kinerja pemerintah perlu secara masif diinformasikan ke publik dan berharap Komdigi lebih aktif dan sensitif supaya informasi yang disampaikan bisa viral seperti konten di media sosial.
"Jadi kami mohon, Ibu, fokus nanti ke depan Komdigi ini mengerti dan tahu persis isu sensitif nasional membantu pemerintah memberitahukan dan mengamplifikasi informasi-informasi itu sehingga nggak kalah viral dibandingkan dengan teman-teman yang sekarang ini sok paling-paling di Aceh, di Sumatera dan lain-lain itu, Bu," sambungnya.
(nat/dal)

5 hours ago
1















































