Sikap Partai-Partai soal Usul Pilkada via DPRD

3 hours ago 3
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Sistem Pemilihan kepala daerah (Pilkada) dipilih lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) belakangan kembali menguat.

Hal itu ramai usai Presiden RI Prabowo Subianto ikut mempertimbangkan usul yang disampaikan Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia tersebut. Bahlil diketahui pula sebagai Menteri ESDM di dalam kabinet pemerintahan Prabowo. Sementara itu, Prabowo dikenal pula sebagai Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usul yang disampaikan Bahlil dan menjadi rekomendasi Golkar dari Rapimnas pada 20 Desember 2025 diklaim sebagai respons tingginya biaya politik Indonesia lantaran menerapkan pemilu langsung.

Sistem pilkada saat ini adalah rakyat memilih langsung calon pasangan kepala daerahnya di kotak suara. Hal tersebut diatur dalam UU Pilkada.

Dengan demikian, ketika ingin mengubah sistem pilkada itu, maka pembuat undang-undang (pemerintah dan DPR) harus melakukan perubahan UU Pilkada. Di satu sisi, DPR saat ini sedang mengupayakan omnibus law UU Politik, yang di dalamnya terdapat UU Pilkada.

Dan, berikut respons partai-partai di parlemen atas usulan untuk mengembalikan sistem pilkada kembali ke rezim DPRD seperti yang pernah terjadi di masa Orde Baru (Orba). Saat ini ada delapan partai di parlemen yakni PDIP, Gerindra, Golkar, Demokrat, PKS, PKB, NasDem, dan PAN.

Dari delapan partai pemilik suara di parlemen manakah yang menerima, masih abu-abu, dan tegas menolak sistem Pilkada tak langsung itu?

Golkar

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse mengatakan badan/alat kelengkapan DPR yang membidangi pemerintahan daerah itu akan siap membahas usulan itu dalam revisi UU Pemilu yang dimulai pada 2026.

RUU Pemilu telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026 dan akan dibahas secara kodifikasi atau omnibus law dengan sejumlah RUU politik lain. Hingga saat ini, ada dua RUU yang masuk di dalamnya, yakni RUU Pilkada dan RUU Partai Politik.

"Komisi II siap membicarakan hal tersebut dalam penyusunan perubahan UU Pemilu," kata Zulfikar Arse yang juga Ketua DPP Golkar itu saat dihubungi, Minggu (7/12).

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan mengatakan partainya sejak awal mendukung usulan tersebut. Irawan menilai pilkada lewat DPRD sebagai wujud daulat rakyat yang dinilai telah konstitusional.

"Partai Golkar sejak awal mendorong pilkada melalui DPRD. Pelaksanaan pilkada melalui DPRD merupakan wujud pelaksanaan daulat rakyat secara konstitusional dan demokratis," kata Irawan saat dihubungi pada hari yang sama.

Bahkan, pihaknya mendorong agar pilkada lewat DPRD berlaku untuk semua tingkatan baik bupati wali kota, terlebih gubernur. Sebab, gubernur selama ini hanya menjalankan sisa kebijakan dari kabupaten kota.

"Semua tingkatan, khususnya tingkat provinsi, yang hanya melaksanakan kewenangan residu. Karena otonomi seluas-luasnya ada di kabupaten/kota," kata dia.

PDIP

Lain halnya dengan Golkar, PDIP justru menegaskan sikapnya menolak wacana tersebut.

Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengatakan PDIP menolak wacana ini karena sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan bahkan ada putusan MK yang mendukung pemilihan secara langsung.

"Tapi secara prinsip bahwa Undang-Undang Dasar kita sudah mengatakan Pasal 18 dipilih secara demokratis dan ada putusan MK yang dimaksud dengan demokratis adalah pemilihan secara langsung, itu aturan yang harus kita jaga bersama-sama," kata Guntur pada acara Inside Politics CNN Indonesia TV, Selasa (23/12).

Menurut pihaknya, permasalahan pilkada bukan politik uang atau money politic, melainkan soal lemahnya penegakan hukum.

"Emang ketika dipilih DPRD enggak ada money politic? Ya kan? Masalahnya kan money politic itu hanya terjadi, misalnya dalam lingkaran DPRD itu sendiri. Kalau [Pilkada] langsung, ya mungkin melibatkan lebih banyak. Tapi, artinya money politic itu tetap akan ada. Artinya apa? Isunya adalah soal penegakan hukum," ujarnya.

Demokrat

Serupa PDIP, Partai Demokrat yang juga menolak wacana tersebut.

Sebagai catatan di masa pemerintahan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang identik dengan kepemimpinan Demokrat, DPR sempat mengubah UU Pilkada, dan mengembalikan ke rezim kepala daerah dipilih DPRD. Namun, SBY kala itu mengeluarkan Perppu yang membatalkannya, sehingga UU Pilkada kemudian disahkan tetap mengatur pilkada secara langsung hingga kini.

SBY saat ini adalah Ketua Umum Majelis Tinggi Partai Demokrat. Putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) adalah Ketua Umum Partai Demokrat dan juga Menko Infrastruktur. Sementara putra bungsunya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) adalah Ketua Fraksi Demokrat di DPR dan juga Wakil Ketua MPR.

Merespons perkembangan terbaru soal usulan Pilkada dikembalikan via DPRD, Demokrat menegaskan tetap menolaknya. Ketua Dewan Pakar Demokrat, Andi Mallarangeng mengatakan wacana ini sama saja dengan mengambil hak rakyat dan memberikannya kepada elite politik.

"Kalau tiba-tiba diubah lagi menjadi oleh DPRD, sama saja mengambil hak rakyat untuk memilih pemimpinnya, diberikan kepada elit politik, yang namanya DPRD," katanya di acara Inside Politics with Diana Valencia yang disiarkan CNNIndonesia TV, 23 Desember 2025.

Andi mengakui bahwa biaya politik di Indonesia saat ini mahal. Oleh karena itu, pihaknya menyarankan semua pihak agar fokus untuk membuat Pilkada tidak mahal. Bukannya, menghilangkan pemilihan langsung yang menjadi hak konstitusional setiap rakyat.

"Tapi kalau itu persoalannya, ada banyak cara untuk membuat Pilkada menjadi lebih murah. Tinggal kita mau apa tidak. Kan persoalannya bahwa Pilkada mahal? Kalau Pilkada mahal, jangan kemudian mari kita fokus pada bagaimana membuatnya tidak mahal," ujar juru bicara kepresidenan era SBY itu.

PKB

Sementara itu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan pelaksanaan pilkada langsung tidak produktif dan efektif.

Cak Imin mengaku akan mengevaluasi penyelenggaraan pilkada langsung yang sudah berjalan sejak 2005 silam.

"Pilkada langsung tidak produktif dan banyak sistem demokrasi yang tidak efektif, kita akan evaluasi," kata Cak Imin saat menghadiri pembukaan Musyawarah Wilayah (Muswil) PKB Jawa Timur di Surabaya, Jumat (19/12).

Selain sebagai Ketum PKB, Cak Imin saat ini dikenal pula sebagai Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat di dalam kabinet pemerintahan Prabowo.

PAN

Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi menyatakan pihaknya mendukung usul Partai Golkar soal mengembalikan pilkada dilakukan lewat DPRD saja.

Namun, dia memberi catatan. Pertama, harus didukung semua fraksi di DPR. Kedua, tidak menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, menurutnya, UUD selama ini tidak mengatur pilkada harus dipilih secara langsung. Dia bilang UUD hanya memerintahkan bahwa pilkada harus dipilih secara demokratis.

"Kajian akademis sampai saat ini pun masih terbelah menjadi dua. Yakni ada pihak yang sepakat pilkada tidak langsung, dan ada yang tidak sepakat dengan beragam argumentasinya," kata Viva.

PKS

Terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mempertimbangkan pilkada lewat DPRD hanya untuk tingkat kabupaten.

Sementara bagi wali kota, pilkada tetap dipilih secara langsung. Menurut dia, pilkada lewat DPRD untuk kabupaten bisa dilakukan untuk menyeimbangkan antara popularitas dan kapasitas.

"Lebih pada menyeimbangkan popularitas dengan kapasitas," kata Mardani yang juga dikenal sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappelu) DPP PKS itu.

Sementara, untuk level kota pilkada tetap dipilih secara langsung oleh masyarakat. Dibanding level kabupaten, dia menilai sistem demokrasi di kota lebih baik.

Menurut dia, pilkada langsung penting untuk terus diterapkan karena memiliki legitimasi dan tidak mudah untuk diturunkan. Pilkada langsung, menurut Mardani, bisa memunculkan mutiara meski diusulkan partai kecil.

Gerindra

Sekretaris Jendera Gerindra Sugiono menegaskan kembali dukungan partainya untuk mengubah sistem pilkada, agar kembali dilakukan via DPRD.

"Gerindra ada dalam posisi mendukung upaya ataupun rencana untuk melaksanakan pemilukada ini oleh DPRD di tingkat bupati, wali kota ataupun di tingkat gubernur," kata Sugiono dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/12).

Dia mengatakan Partai Gerindra melihat pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa lebih efisien daripada yang selama ini diterapkan. Menurut pihaknya pilkada melalui DPRD bisa lebih efisien mulai dari proses atau waktu penjaringan kandidat, mekanisme, anggaran, dan ongkos politik.

Pihaknya menilai pemilihan kepala daerah melalui DPRD juga tidak menghilangkan esensi demokrasi, karena calon dipilih oleh anggota legislatif yang merupakan pilihan masyarakat dalam pemilihan umum. Bahkan, pemilihan kepala daerah oleh DPRD bisa diawasi langsung oleh masyarakat dengan lebih ketat.

"Kalau misalnya partai politik itu ingin bertahan atau tetap hadir di daerah-daerah tersebut, tentu saja mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak konstituennya," kata dia yang juga Menteri Luar Negeri RI saat ini.

Selain itu, dia yakin bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD juga turut mengurangi potensi polarisasi yang kerap terjadi di masyarakat. Gerindra pun mendukung rencana pemilihan melalui DPRD dibahas dan dikaji mendalam dengan melibatkan semua unsur dan elemen dalam menentukan mekanisme terbaik.

Masyarakat, kata dia, tetap harus mendapat akses untuk mengawal aspirasi yang disalurkan oleh perwakilannya di lembaga legislatif.

"Jangan sampai kemudian ini berkembang menjadi sesuatu yang sifatnya tertutup," katanya.

(mnf/kid/ugo)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Olahraga Sehat| | | |